Repost: Review Buku

Ini adalah repost sebuah resensi buku yang ditulis oleh Benazir Syahril. Beliau adalah salah satu sahabat saya sejak SMA (MAN sih lebih tepatnya). Silakan kepoin profilnya kalau penasaran. Bena ini high quality single lady lho!

 

Enjoy her review !

JUDUL BUKU            : TERIMA KASIH BAPAK
PENULIS        : YOSAY AULIA

 

 

Buku ini memang berbicara tentang bapak. Namun pesan-pesan yang ada di buku ini mendorong saya untuk berpikir reflective dan memaknai lebih jauh tentang relasi antara perempuan dan laki-laki, tentang pentingnya peran keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, dan tentang pentingnya peran keluarga dalam upaya meningkatkan kualitas hidup. Saya pikir ada tiga hal yang menonjol dalam buku ini yang patut digarisbawahi, yakni bahwa buku ini : (1) timely ; (2) sarat dengan pesan literasi, dan (3) mendukung perempuan yang ber-agency.

 

TIMELY

 

Dengan memiliki bapak yang sebegitu hebat, pastilah tidak mudah bagi Penulis untuk mengerucutkan topik-topik yang diceritakan menjadi hanya 12 topik saja. Tapi saya gembira dengan pilihan topik yang Penulis kedepankan. Beberapa dari topik tersebut menurut saya sangat timely untuk dibaca masyarakat Indonesia terlebih pada masa ini.

 

Misalnya topik tentang Toleransi Hari Ini. Menjadi bangsa dengan masyarakat yang majemuk selama beratus tahun lamanya ternyata tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kemudian adem-ayem dan harmonis dengan kemajemukannya. Every now and then, kemajemukan bangsa ini sering dijadikan alat atau pintu masuk bagi oknum-oknum tertentu yang memiliki agenda tersendiri. Bapak dalam buku ini memberikan contoh bahwa bertoleransi merupakan sikap yang berlandaskan ketulusan dan bersifat keseharian. Bertolak belakang dengan toleransi jaman now yang berbau adu domba dan politis. Kok toleransi tapi berbau adu domba dan politis? Lah iya, berkoarnya sih toleransi, tapi malah bikin yang awalnya adem malah jadi panas. Yang awalnya tidak merasa berbeda malah menjadi merasa begitu berseberangan.

 

Kemudian contoh lainnya ada pada topik tentang Menyampaikan Kebenaran, Bapak menggarisbawahi bahwa ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain, content dan delivery itu seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Isi mungkin saja benar, tapi jika penyampaiannya tidak terstruktur, tidak dikondisikan sesuai audiens, dan tidak santun, maka seringkali pesan tidak diterima dengan baik. Sia-sia jadinya. Lihat saja kericuhan di era digital ini yang diwarnai dengan komunikasi ala social media. Masing-masing merasa bahwa dirinya ada pada sisi yang paling benar dan oleh karena itu merasa paling berhak untuk menyampaikan kebenaran dan paling berhak untuk didengarkan. Akhirnya malah jadi debat kusir dan saling caci maki. Sayang sekali. Pesan yang (mungkin) benar kemudian malah ditangkis dengan sikap antipati karena penyampaiannya yang buruk dan menusuk.

 

KENTAL DENGAN PESAN LITERASI

 

Di buku ini Penulis mendedikasikan satu topik tentang literasi, yakni Literasi Akal dan Hati. Di sana Penulis bercerita bahwa Bapaklah yang menjadi pintu gerbang kecintaannya terhadap buku. Namun di luar dari satu topik khusus tentang literasi tersebut, saya merasa secara keseluruhan, buku ini mengkampanyekan aspek-aspek keterampilan abad 21 yang tidak hanya mencakup literasi dasar, tetapi juga kompetensi-kompetensi penting seperti berpikir kritis, berperilaku kreatif, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan berkolaborasi. Buku ini menjadi bukti pentingnya peran orangtua sebagai role model dalam upaya menumbuhkan kecintaan anak terhadap buku dan ilmu serta dalam upaya menanamkan attitude pembelajar dalam pribadi anak. Pada akhirnya, memang keluargalah yang menjadi champion dalam membentuk masyarakat literat.

 

Selain itu, meskipun pendekatan buku ini adalah melalui cerita, saya sangat mengapresiasi beberapa referensi ilmiah, misalnya terkait parenting dan literacy, yang Penulis lampirkan. Menyuguhkan pengalaman pribadi bersama teori/analisi ilmiah yang relevan dan tidak berlebihan merupakan good combo yang pas untuk dinikmati masyarakat Indonesia yang semakin kritis.

 

PEREMPUAN YANG BER-AGENCY

 

Pada ranah keilmuan sosial, agency merupakan istilah yang dipahami sebagai kapasitas individu untuk bertindak secara independen dan membuat keputusan atau pilihan dengan merdeka. Dan saya pikir, buku ini sukses mengintepretasikan dan mengartikulasikan upaya Bapak dalam mendidik anak perempuannya menjadi perempuan yang ber-agency.

 

Dalam prolognya sendiri menurut saya cukup jelas menggambarkan bahwa Penulis memiliki pemahaman tersebut. Penulis berpendapat bahwa,

 

Kesuksesan seorang ayah dalam mendidik putrinya bisa diukur dengan terjaganya ia dari fitnah. Parameter lainnya adalah kemampuannya bergaul dan berguna dalam masyarakat dan keluarga. Serta yang tak kalah penting adalah kesiapan dan keterampilannya dalam berumah tangga dan membangun keluarga. (hal. 2)

 

Pada paragraf tersebut terlihat bahwa perempuan tidak dilahirkan dan dibesarkan terbatas untuk ranah rumah tangga dan keluarga, tapi lebih jauh dari itu adalah untuk kemaslahatan masyarakat luas.

 

Secara kontinu, buku ini juga menggambarkan Bapak sebagai seseorang yang tidak mendikte anak perempuannya untuk menjadi ini itu. Bapak merupakan pribadi yang gemar berdiskusi dan mendengarkan argumentasi/penjelasan anak perempuannya secara saksama. Bapak merupakan sosok yang memfasilitasi cara berpikir anak perempuannya dan mendorongnya untuk bertanggungjawab atas keputusan yang dibuatnya. Keseluruhan ini yang Penulis sebut dengan “kemerdekaan berkeputusan”.

 

Membesarkan anak perempuan yang ber-agency inilah yang menurut saya nilai utama pada buku ini dan menjadikan buku ini penting untuk dibaca oleh para bapak, para calon bapak, dan para pendidik pada umumnya.

 

 

 

 

Selain dari ketiga aspek utama di atas, saya pikir buku ini dikemas dengan cukup efisien sehingga menjadikannya cukup handy untuk dibaca sesuai kebutuhan. Misalnya, jika saya ingin merekomendasikan orang lain untuk mengambil referensi tentang literasi dalam keluarga, saya cukup bilang untuk baca dari halaman 59-71. Kalau tentang nilai kebangsaaan dan kepemimpinan, baca dari halaman 129-140. Orang tersebut tetap akan mendapatkan pesan dan ilmu dari cerita Bapak meskipun belum membaca dari halaman pertama.

 

Di beberapa halaman saya menemukan typo yang tentunya dapat diperbaiki pada cetakan-cetakan di masa yang akan datang.

 

 

 

*****

Semoga review ini bisa mewakili pesan yang ingin disampaikan penulis melalui buku solo perdananya.

 

Regards,

signature yosay aulia blog

Leave a comment