Basisschool Pilihan Mas Fatih

Ini lanjutan dari postingan sebelumnya ya..

Petualangan dimulai!

Ketika Mas Fatih berusia 3 tahun, saya mulai mencari dan menilai basisschool di sekitar Den Haag dan Voorburg. Saya pribadi tidak akan memilih normal dutch basisschool dan christelijk basisschool (sekolah yang mewajibkan anak dan keluarganya menjalankan ritual agama kristiani).

Alasannya, karena kalau normal dutch aja sih “agak rugi” mumpung di sini akses mudah dan biaya murah, kenapa cari yang biasa aja wkwkkw. Jadi saya ingin Mas Fatih sempat mencicipi metode pendidikan yang “hits” itu. Lagipula metode normal dutch (metode pyramid) sudah diterapkan di daycare nya dulu.

Kalau yang kedua, karena keluarga kami menjalankan ritual agama Islam jadi supaya ndak usah bercampur sahaja hehe.

Oke lanjut. Maka saya mulai membidik Montessori basisschool karena ada yg deket rumah nih (15 menit jalan kaki asik banget kan). Tapi dia SUDAH PENUH !! bahkan mbak mbak CS nya di telpon bilang “kamu kemana aja.. anak-anak sini sudah didaftarin sejak mereka dalam kandungan untuk masuk sekolah ini.

Secara spontan kujawab dalam hati “Lha saya aja hamilnya belum di Belanda dan Mas Fatih lahir di Groningen, mana kepikiran yang kayak gitu..”. Sudah sedih, dimarahin pula..

MAMAK PANIK. Anakku sudah 3 tahun dan belum dapat sekoah piye iki. Menurut cenayang mbah gugel, sekolah di sekitar rumah kami banyak yang christelijk atau catholic roman kecuali sekolah Montessori yang sudah penuh itu. Langsung deh pupus harapan bisa sekolah deket rumah.

Akhirnya, masih mengandalkan gugel map, radius pencarian diperbesar. Dan ditemukanlah beberapa opsi basisschool. Saat itu pilihan mengerucut pada Dalton school di Rijswijk dan Islamitische Basisschool (IBS) di Den Haag. Alasannya, jaraknya paling lumayan dan bukan normal dutch school.

jenis basisschool di belanda
Tipe kurikulum Sekolah formal (terutama Basisschool) di Belanda

Saya ada rangkuman singkatnya berdasarkan belajar, kunjungan, dan tanya sana sini. Tapi fyi, jika mau membandingkan plus minus kurikulum hits itu, silakan baca web ini ya. Saya juga bacanya dari sana hehehe. Preferensi pribadi saya jatuh hati dengan metode Montessori dan Dalton. Karena keduanya mendukung kepercayaan pada pilihan anak, bekerja mandiri, sekaligus bisa berkolaborasi. Metode lain juga ada kelebihannya, semuanya kembali lagi pada visi misi keluarga masing-masing ya.

*

Sampai H-7 Mas Fatih masih belum fix mau sekolah dimanaaaa..

*

Di Belanda ada yang disebut daerah Randstad (Amsterdam, Leiden, Den Haag, Delft, Rotterdam). Di daerah Randstad, penduduknya paling padat maka kompetisi bersekolah pun lebih ketat. Termasuk dalam mendaftar ke Basisschool. Oleh sebab itu, sistem yang berlaku di sini adalah daftarlah sebanyak-banyaknya, kemudian eliminasi di akhir (setelah memilih 1 sekolah). Agak aneh memang. Tapi menurut website gementee Den Haag, mulai tahun ini aturannya diganti: hanya boleh mendaftar Basisschool setelah anak berusia 3 tahun untuk menghindari eliminasi di akhir (emang pikasebeleun ya kalo di php in sama calon murid). Sayangnya aturan itu belum berlaku di tahun ajaran Mas Fatih. Silakan baca lebih lanjut di tautan ini ya.

Setiap wilayah memiliki kebijakan yang berbeda. Misalnya di Groningen, karena penduduknya tidak sepadat di Randstad, maka mendaftarkan sekolah H-3 bulan saja masih bisa diterima. Kalau di Den Haag,, ya siap siap “ditolak” deh..

*

Oke balik lagi, trus kalo galau melulu karepe piyeee… mamak hanya bisa istikharah dan berdoa:

Ya Allah, tolong kasih petunjuk ke Fatih, tolong jaga dia, tolong bombing dia, karena dia yang akan menjalani ini semua. (sedangkan kalau aku dikasi petunjuk seringnya terlalu bebal atau kurang peka atau keras kepala dan sok tahu).

Kalau Fatih memilih Dalton school, tolong bantu menjaga aqidah, pergaulan, dan makanan halalnya.

Kalau Fatih memilih Islamic School, tolong jaga pergaulan, akhlaq, dan kesehatannya.

Kami menjalankan trial di kedua sekolah, di sela-sela hari libur daycare-nya. Pagi ke sekolah Dalton, siang ke IBS. Kami ingin Fatih menjalani trial dari kedua sekolah dengan porsi yang sama agar berimbang.

Doa tetap dipanjatkan seiring waktu berjalan dan Mas Fatih menjalani trial di kedua sekolah.

Sejak awal trial hingga 2 minggu berikutnya di kedua sekolah, kami bertanya, “Fatih mau basisschool sama Juff Fatima (IBS) atau Juff XX (daltonschool)” dan jawabannya selalu Juf Fatima dengan alasan yang sudah disebut di atas.

*

Tips milih basisschool ala Mas fatih

Awalnya aku tak percaya dengan apa yang terjadi. Tak percaya dengan telingaku sendiri. Tapi Mas Fatih berkali-kali bilang dia nggak mau sama Juff XX. Tapi kuyakin itulah jawaban dari istikharahku.

Dan akhirnya saya mengirim email untuk membatalkan sekolah Dalton itu. saya merasa takut dimarahi karena php tapi apa daya anaknya milih sendiri. Plus alasan lain rencana kami untuk pindah ke daerah dekat sana dibatalkan karena suatu hal. Yaudah final deh, akhirnya ke IBS Yunus Emre.

Kenapa sempat galau sih?

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa kami galau. Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, saya tertarik dengan metode Montessori dan Dalton tapi juga tertarik dengan kurikulum Islam. Sayangnya, tidak ada sekolah yang memiliki keduanya sekaligus. Jadi kami harus memilih kan..

Awalnya saya sempat yakin untuk memilih IBS. Keyakinan itu hadir seketika saat saya dan Fatih survey pertama. Saya langsung jatuh hati dan merasa nyaman dengan atmosfernya yang membawa suasana memori dan kenangan masa sekolah dulu. Saya besar dalam sekolah swasta Islam sejak TK hingga SMA. Sehingga ketika menginjakkan kaki di sana, saya seperti menemukan rumah yang tepat untuk Fatih.

Hingga tanpa sengaja saya melakukan sidak ke toilet anak-anak, ditemukanlah p*p yang belum dibersihkan di WC. Rasa keibuanku terusik. Harusnya adab bersuci kan jadi hal yang pertama kali ditekankan di sekolah Islam. Begitulah rasa kejanggalan itu. Untungnya, Mvr Maryam yang menemani saya keliling sekolah saat itu mengatakan bahwa setiap orangtua boleh membatalkan pendaftaran bahkan jika sang anak sudah melalukan trial sekalipun. “No hard feeling at all. Every parent want the best for their children”. Saya jadi lega untuk ngintip sekolah lain.

Nah rasa janggal itulah yang mendorong saya untuk melakukan survey sekolah lainnya. Dan terpikatlah saya dengan kurikulum Dalton.

Dan saya jatuh cinta hampir 100% dengan sekolah ini. Pertama, sekolahnya inklusif. Kedua, semua guru kenal dengan semua murid. Ketiga,metode Dalton nya emang saya suka. Keempat, setiap angkatan hanya ada 1 kelas jadi lebih kompak. Keempat, toiletnya bersih hehehe. Kelima, saya termakan prasangka dan asumsi sendiri bahwa murid-murid di sekolah Islam beperilaku lebih “energik” daripada anak Indonesia atau anak Belanda lokal. Sehingga saya takut Fatih terbawa suka teriak-teriak atau berperilaku kurang halus.

Sampai H-1 bulan, saya mantap memilih sekolah Dalton. Tapi, kenapa yang sekolah Islam gak dibatalkan aja? Entah kenapa, nggak mau aja. (mungkin ada perbuatan Allah ke dalam hati saya)

Nah, sejak H-1 bulan, Fatih menjalani trial di kedua sekolah. Di sanalah saya melihat dengan lebih dekat dan terhapuslah segala prasangka. Di sanalah Fatih merasakan dan menilai sesuai dengan suara hatinya.

Secara pribadi saya melihat guru di sekolah Dalton ini memang khas Belanda. Mendorong orangtua dan anak untuk “berani” berpisah langsung di hari trial pertama. Bagi saya, itu bukan masalah besar karena Fatih termasuk cepat beradaptasi. Tapi ternyata itu kurang sreg buat Fatih. Bagi dia, seharusnya sang guru bisa bersikap lebih perlahan dan halus.

Tapi saya masih penasaran bagaimana dengan trial di IBS.

Maka, dicobalah ke IBS. Ternyata memang gurunya lebih smooth caranya, lebih perlahan, lebih step by step. Saya boleh masuk ke kelas, menemani Fatih ikut kegiatan sekolah untuk proses adaptasi pertama kali. Saya juga ikut ngobrol dan diskusi dengan Juff Fatima, wali kelas Fatih tentang metode dan proses belajar di sana. Fatih juga dipangku saat pertama kali saya tinggal untuk trial full day. Plus saya melihat dengan mata kepala sendiri kalau teman-teman di kelas Fatih baik-baik. Mereka sayang Fatih dan mau menemani Fatih sebagai anak baru. Tidak ada pem-bully-an, kegiatan agresif, dan kata-kata kasar seperti yang saya khawatirkan. Dan, setelah saya perhatikan, ternyata mereka menganut beberapa metode Montessori dan Dalton juga. Saat iseng mengintip toiletnya lagi, oh sekarang sudah bersih. Jadi mungkin kejadian itu hanya kebetulan ada anak yg kurang bersih aja. Lagipula sekarang saya selalu membiasakan Fatih untuk buang hajat sebelum berangkat dan selalu cuci bersih sepulang sekolah. Jadi saya lebih yakin.

*

Maka, ketika Mas Fatih dengan yakin memilih bersekolah bersama Juff Fatima, saya pun yakin. . Dan kami lega untuk 2 hal.

Pertama karena kami menjaga Allah. Saya yakin Allah akan menjaga Mas Fatih karena kewajiban kami untuk menjaga lingkungannya yang aman untuk aqidahnya sudah kami jalankan. Nilai plus yang tidak dimiliki sekolah lain, di Hari Jumat, sekolahnya hanya sampai jam 12 siang. Artinya Mas Fatih punya kesempatan untuk salat jumat sama papa.

Kedua karena kami belajar menghapus ego dan bisa percaya dengan keputusan Mas Fatih. Sebuah interaksi yang perlu diasah dan dilatih sampai kapanpun hidupnya berjalan kelak saat menghadapi banyak pilihan. Bukankah orangtua hanya wajib memfasilitasi, bukan menginterupsi kehidupannya?

*

Sekian review sekaligus curhatan nan panjang dan cukup kompleks ini. Semoga bermanfaat dan bisa memberikan pencerahan. Mohon maaf kalau receh dan lebay (mungkin ada pikiran yaelah say, masa gitu aja bingung sih). Tapi bagi yang tahu keragaman akhlaq dan perilaku manusia di luar sana, pasti ngerti deh letak kegalauan saya dimana. hehehe.

.

Sekali lagi, saya tak bermaksud menyudutkan atau menggiring opini ke pihak manapun. Niat utamanya hanya berbagi informasi dan sedikit curhat. Silakan memilih sesuai dengan kondisi dan value keluarga masing-masing. Jauh di dalam lubuk hati saya, semua sekolah di Belanda bagus. Tinggal memilih yang sesuai dengan anak kita saja. 🙂

 

Regards,

yosay aulia blog
signature yosay aulia blog

7 thoughts on “Basisschool Pilihan Mas Fatih

  1. Pingback: Memilih Basisschool di Belanda (?) – LOVE YOUR LIFE

  2. Assalamualaikum Mbak, saya ada rencana mau ambil S2 di wageningen dan ingin bawa anak serta suami, kemungkinan saat kesana anak saya normalnya masuk kelas 1 SD, 6,5 tahun. Apakah untuk mendapatkan visa harus mendapatkan sekolah dulu di wageningen? Belum lagi anaknya tdk lancar bahasa inggris apalagi belanda. Inginnya masuk public school untuk menekan biaya. Bagaimana menurut mba? Apa memungkinkan membawa anak ya, karena saya tidak yakin bisa pisah lama, hehe…

    Like

    1. Yosay Aulia

      halo mbak… selamat yaaa sudah diterima di univ Wageningen ya? klo utk anak2 lebih fleksibel mbak. yg penting udh dpt visa, izin tinggal, dan no BSN (nomer ktp) utk anak. nanti tinggal cari sekolah disana. utk bahasa, biasanya tiap sekolah yg menerima anak dr luar belanda akan ada kelas tambahan atau treatment khusus dr gurunya utk belajar bahasa. tp tenang aja mbak public schools disini gak berat kok, insyaaallah anaknya bisa ngikutin dan adaptasi. sukses ya

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s