Hak Anak Kita

Dear Parents,

Menurut kalian, apa hak anak yang penting namun sering diabaikan?

Menurut saya,

Bertanya dan didengarkan.

Sebelum dibahas lebih lanjut, coba lihat video ini dulu deh.

.

Bagian paling menarik dari video itu adalah: kesempatan anak bertanya dan pertanyaan itu didengarkan (kemudian ditanggapi) secara serius. Penuh kesungguhan.

Hasilnya sangat menyentuh dan bikin mikir lahir batin kan…

Saya tidak akan membahas secara teori karena saya bukan psikolog anak dan tidak berkecimpung dalam dunia pendidikan anak. Saya hanya ingin bercerita dan merefleksikan nilai ini dari kehidupan saya sebagai anak dan saat ini sebagai orangtua.

.

Adalah saya bocah berusia empat tahun yang tengah belajar menghapalkan surat pendek dalam Alquran. Saat mengulang hapalan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas timbul pertanyaan “Kenapa depannya qul semua…?”

Ayah hanya menanggapi dengan senyum geli dan berkata “ceriwis..”

Tak disangka, saya menangis histeris. Kemudian seisi rumah kaget. (kok anak ini agak lebay – mungkin begitu pikir mereka ya). Tapi saya ingat perasaan kala itu. Ceriwis di benak saya artinya cerewet, bawel, nyebelin, dan kebanyakan nanya. Sedangkan maksud ayah saya waktu itu sepertinya tidak demikian karena beliau tahu saya anak yang suka bertanya. Intinya miskomunikasi sih. Tapi kan bocah kecil itu hanya membutuhkan jawaban yang serius. (aku the serius pengen tahu lho waktu itu).

.

Saat menjadi ibu, salah satu tahap perkembangan anak yang paling saya tunggu adalah ketika Mas Fatih mulai banyak bertanya. And the time is now. Dimulai sejak ia berusia 2,5 tahun.

“Mama ini kenapa..”

“Kok keretanya begitu..”

“Ma, besok kita mau kemana..”

“Ma, itu spidermannya kok makannya ga baca bismillah”

“Kenapa Fatih ga boleh nyanyi jinggobel?”

“Kenapa Fatih ga boleh makan kipfillet (filet ayam) di sekolah”

“Ayat kursi tuh kursi buat ngaji ya ma..”

“Ma, yang captain bus tuh Allah ya..”

“Sekarang Nabi Muhammad lagi dimana..”

“Lihat Ma… itu ada ambulaanns !!”

“Fatih gak mau ke olifan karena ada temen yang suka pukul..”

“Tadi Fatih ke pantai sama temen-temen, naik stint terus main pasir…”

Dst…

.

Yang saya perhatikan, Mas Fatih akan mulai bicara dengan nada tinggi jika saya tengah sibuk melakukan sesuatu sehingga tidak menanggapinya dengan serius. Atau saya menghiraukan setengah hati dan tidak memberikan jawaban yang memuaskan.

Saya merefleksikan perilaku anak pada Mas Fatih dan pada diri saya. Bahwa sebenarnya pertanyaan anak tidak selalu harus berbuah jawaban, bahkan bisa jadi sebuah diskusi dan pertanyaan baru. Tujuan utama dari pertanyaan seorang anak adalah tanggapan yang tepat, jujur, dan tulus dari hati orangtuanya.

Semua anak berhak bertanya, berhak didengarkan, berhak dianggap penting. Sebab dari sanalah ia akan belajar untuk menghargai dan merespon orang lain dengan penuh empati dan tanggung jawab. Termasuk kepada orangtuanya. Dari sanalah timbul obrolan hangat dan santai serta diskusi yang menarik dan penuh respek. Kelak anak juga akan belajar jadi pendengar yang baik. Sebuah ketrampilan komunikasi dasar untuk memenangkan hati dan belajar banyak hal.

Apakah pekerjaan dan kesibukan kita lebih penting daripada karakter anak yang terbangun kelak?

(sebuah refleksi untuk diri sendiri)

Regards,

signature yosay aulia blog

3 thoughts on “Hak Anak Kita

  1. Iya banget ini mbak yosay.. anak aku juga skrg udah bisa protes dan minta aku buat nyimpen HP kalo dia lagi ngomong. Terimakasih tulisan nya bikin aku angguk2 setuju ❤

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s