Bagi keluarga kami, setidaknya, ada 5 ekspresi dasar yang wajib dibiasakan kepada anak terkait sopan santun dan beretika.
- Permisi
- Terima kasih
- Tolong
- Maaf
- Silakan

Sebaiknya dimulai sejak kapan? Sejak berinteraksi sih ya kayaknya. Ya kalau si anak belum bisa ngomong atau bingung Bahasa seperti Mas Fatih, kan bisa dimulai dari orangtua yang mencontohkan terlebih dulu. Mas Fatih sendiri mulai digalakkan etikanya sejak ia usia 2 tahun, karena ia baru mulai lancar biacara di usia itu. Sebelumnya, kami hanya mencontohkan (tapi sering lupanya sih karena menganggap dulu ia belum lancar bicara). Hehe..
Caranya bagaimana?
- Memberikan contoh, terutama saat kami ada keperluan dengan Mas Fatih. Misalnya, saat mau lewat bilang permisi, saat minta bantuan bilang tolong dan terima kasih, saat melakukan kesalahan bilang maaf. Kadang-kadang, setelah kami memberikan contoh, kami juga menekankan pelajarannya. Jadi, setelah mengucapakn terima kasih, kami akan sampaikan lagi bahwa jika Fatih ditolong orang lain harus mengucapkan terima kasih.
- Membacakan buku cerita terkait tema ini. Ada banyak buku cerita yang bisa mengenalkan etika dasar kepada anak-anak. Saya biasanya membacakan ketika mau tidur atau di sela-sela waktu bermain. Saat kondisi anak rileks dan siap menerima “nasehat” baru.
- Mengaitkan cerita di buku ke keseharian anak. Misalnya, nih kalau Mas Fatih mau minta tolong diambilin minum, bilang apa ? kalau udah diambilin bilang apa? sambil merujuk gambar yang ada di buku, atau merujuk ke kejadian yang dialaminya sendiri.
- Langsung praktek. Nah kalau ini, kami sebagai orangtua lah yang harus lebih sensitif menangkap momen dan kejadian yang bisa jadi pelajaran. Misalnya ketika diberi hadiah, atau saat minta diambilkan botol di tempat yang tinggi, atau ketika tidak sengaja melukai temannya, kami harus bisa mengawasi agar Fatih tetap beretika.

ini buku koleksi Mas Fatih (dok pribadi)
Berapa lama biasanya? Untuk Mas Fatih, sekitar 6 bulan – 1 tahun sih udah mulai terinstall kok kebiasaan ini. Awalnya mungkin kita bosan atau butuh melatih diri untuk mengingatkan anak. Tapi, saat sudah terbiasa, dia akan secara otomatis bilang. Atau kita hanya perlu mengingatkan sedikit, dengan bertanya, “Hayo, Fatih bilang apa sama tante?”
Kesan pesan:
Di antara kelima ekspresi itu, ternyata yang paling sulit adalah mengajarkan anak meminta maaf. Kenapa? Karena 4 ekspresi yang lain mengesankan kebahagiaan dan kondisi anak sedang terpenuhi hajatnya. Sedangkan kata maaf ada ketika anak melakukan kesalahan. Saya seperti mengalami perjalanan spiritual bahwa ternyata mengakui kesalahan adalah masalah ego manusia yang paling mendasar ya (anak-anak aja udah merasa begitu).
Sebagai ibu, saya melihat dia sebenarnya berjuang melawan egonya, dan itu membanggakan. Ia butuh waktu agak lama, sambil menunjukkan ekspresi keberatan, ingin mengucapkannya tapi terlihat enggan. Saat itu, saya istiqomah mendampinginya sambil terus mendorong untuk mengucapkan maaf. Hingga akhirnya ia bisa mengucapkannya. Saat meminta maaf pun ia harus menatap wajah orangnya, gak boleh sambil buang muka atau sambil lalu. Harus sungguh-sungguh.
Ada sebuah kejadian menarik yang saya ingat yakni ketika kami sedang menginap di rumah seorang teman. Saat sedang sarapan bersama, Fatih mengusir tamu lainnya dengan berkata “Ga boleh duduk siniii” (duduk di sebelahnya maksudnya). Saya langsung berkata, “Fatih, nggak boleh begitu..” , berdiri, dan menggendong dia. Saya tahu, sebenarnya dia pun tidak nyaman ditegur mamanya hahah. Setelah cukup tenang di gendongan, saya mengatakan agar dia minta maaf. Sambil menyesal, Fatih berkata “Maaf..”. Dan sang tamu pun berkata “Iya anak baik..”
Sebenernya sih, tanpa minta maaf pun tamu tersebut (yang seorang ibu paruh baya) akan sangat maklum. Pertama karena Fatih masih balita, kedua karena beliau legowo aja gitu sambil ketawa-ketawa.. Tapi saya tidak mentoleransi hal ini.
***
Bagi saya, ungkapan sopan santun itu kewajiban. Akhlak dasar. Ini adalah hal prinsip yang berkaitan dengan keterampilan bersosialisasi dan bergaul di masyarakat kelak. Lebih dalam lagi, ini adalah sebuah ekspresi yang keluar dari pengakuan bahwa kita adalah manusia. Butuh bantuan, pernah melakukan kesalahan, pernah ditolong, butuh permakluman, dan sebagainya..
Melatih bersopan santun artinya menekan ego, membesarkan hati orang lain, dan akhirnya bisa membuka silaturahmi.
Meminta maaf, meminta tolong, dan mengucapkan permisi tidaklah hina justru itu mulia (asal dilakukan pada tempatnya) karena menunjukkan kerendahan hati. Apalagi mempersilakan dan berterima kasih, membuat hati orang lain terbuka dan merasa diterima.
Inilah etika dasar, yang harus dilakukan dimulai dari dalam rumah. Dari orangtua ke anak, suami ke istri, istri ke suami, anak ke orang tua, anak ke saudaranya. Tidak ada kompromi, ini kewajiban. Dengan kebiasaan ini, kelak anak akan tumbuh jadi pribadi yang penyantun, rendah hati, dan terasah kehalusan empatinya.
Jika ia benar tidak akan memaksakan pendapatnya kepada orang lain,
jika ia salah ia akan legowo menerima kebenaran (atau pendapat orang lain),
jika ia berkuasa (misalnya nyonya rumah terhadap ART nya atau bos kepada pegawainya) ia tidak akan sewenang-wenang (atau pelit dan galak),
jika ia membutuhkan bantuan ia akan meminta dengan rendah hati.
Sopan santun adalah hal mendasar, sebab Allah juga Maha Penyantun kan..
Regards,
*)cerita ini terinspirasi oleh kompetisi menulis blog dari Kemendikbud Direktorat Pembinaan dan Pendidikan Keluarga
(https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Gambar/5649_2018-03-09/Poster%20Blog.pdf)