Assalamualaikum!
Kali ini, saya mau menepati janji nih. Di postingan perihal penitipan anak, saya juga menjelaskan tentang kemungkinan untuk membawa anak selama prosesi haji. Awalnya, saya kira itu impossible lho. Ternyata, bahkan kawan seperjalanan kami ada yang membawa serta balitanya yang berusia 23 bulan. Masyaa Allah, luar biasa memang keluarga tersebut.
Nah, saya berinisiatif menceritakan hal ini karena di tahun ini beberapa teman saya juga akan berangkat haji beserta anak-anak mereka. Oleh karena itu, saya meminta kesediaan Mbak Wuri, nama teman saya tersebut untuk bercerita dan berbagi tips tentang ibadah haji bersama anak.
Tulisan ini dipublikasi dengan seizin Mbak Wuri dan Mas Sigit tentunya. Insyaallah diniatkan untuk amal jariyah dan memberi manfaat sebanyak-banyaknya. semoga Allah meridhoi.
.
Perkenalan
.
Mbak wuri dan Mas Sigit adalah suami istri dengan 3 orang putra putri. Mereka memutuskan mengajak Hara, putri bungsu mereka yang belum genap 2 tahun saat beribadah haji. Alasannya, karena Hara belum tuntas ASI. Jadi mereka memprioritaskan Hara untuk diajak. Bagaimana dengan kedua kakaknya? Roro dan Dito, kakak dari Hara, berbesar hati untuk tidak ikut haji dan tinggal bersama Pakdenya di Den Haag (mereka mengundang Pakde ke Belanda).
Motivasi keluarga tersebut mengajak anak mereka adalah tentu menstimulasi fitrah tauhidnya dan memperkenalkan dengan nilai keislaman. Terlebih lagi, mumpung di Eropa, ibadah haji bersama anak bukanlah larangan. Di negara mayoritas muslim seperti Indonesia dan Malaysia, peraturan terkait hal itu sangat ketat karena quota untuk dewasa saja sudah sulit dan penuh, apalagi dengan anak-anak kan.
Usia yang diperbolehkan
Pertimbangan lain adalah Roro dan Dito sudah memasuki usia wajib sekolah (> 5 tahun) di Belanda. Artinya mereka tidak diperkenankan meninggalkan sekolah tanpa alasan yang sangat darurat. Jika terpaksa meninggalkan hari sekolah, mereka harus membayar denda. Hal tersebut sudah dikonsultasikan dengan kepala sekolahnya. Untuk kasus Roro dan Dito (tahun 2017, 1438 H), perjalanan haji jatuh di Bulan Agustus-September, sudah lepas dari masa libur musim panas. Mungkin di tahun selanjutnya kasusnya akan berbeda. Kebijakan sekolah juga berbeda-beda. Jadi, bagi yang berniat mengajak anaknya, pertimbangkan juga usia sekolahnya ya dan diskusikan dengan pihak sekolah perihal waktu dan ketentuannya.
Kalau masih balita, apa yang perlu dipertimbangkan?
Oke, berarti Hara belum terikat dengan urusan sekolah yang perlu dipikirkan ya. Tapi, ada faktor lain yang perlu dipersiapkan dengan matang.
Persiapan pra keberangkatan (Di Belanda)
- Vaksin. Pertanyaan utamanya adalah:
- Apakah vaksinnya sudah lengkap sesuai buku vaksin dari pemerintah Belanda (consultatiebureau) ?
- Apakah dia perlu (dan usianya sudah siap) untuk menerima vaksin meningitis saudi. Mesikupun dari consultatiebureau sudah mendapatkan vaksin meningitis C, ternyata itu belum cukup. Karena vaksin meningitis untuk wilayah Eropa dan Timur tengah berbeda.
Dari diskusi dengan Mbak Wuri, saya baru sadar tentang insight ini lho. Padahal ini termasuk hal krusial dan mendasar bagi kesehatan anak. Apalagi ia akan bersinggungan dengan banyak manusia di area yang sama. Maka, Mbak Wuri menyarankan untuk:
- Konsultasikan dengan consultatiebureau tentang rencana haji dengan si kecil, diskusikan saran kesehatan, dan persiapan fisik yang tepat bagi anak. Menurut Mbak Wuri, mereka tidak akan menyalahkan atau judging keputusan kita sebagai orangtua. Mereka hanya memberikan saran dan masukan, selebihnya keputusan ada di tangan ayah ibunya.
- Konsultasikan dengan GGD, vaksin apa saja yang dianjurkan
- Visa Haji. Umumnya anak-anak Indonesia yang lahir di luar tanah air sih sudah punya paspor dan ID Card ya (di Belanda namanya Verblijf). Nah, ternyata meskipun anak-anak, tetap dibutuhkan visa haji. Visa hajinya pun terpisah, tidak disertakan dengan ayah ibunya.
- Karena butuh visa haji, tentu ada biaya yang dikeluarkan. Mbak Wuri bercerita, banyak yang salah sangka bahwa karena Hara masih kecil, dia tidak dikenakan biaya. Oh, tentu ada meskipun tarifnya berbeda dengan tarif dewasa. Di tahun 2017, biaya haji untuk usia 0-2 tahun adalah 1250 euro (belum termasuk hadyu dan iuran untuk ustadz pembimbing selama di tanah suci). Untuk dan sarapan, anak-anak tidak dihitung biayanya.
Rincian biaya haji dari EuroMuslim tahun 2018 - Konsultasikan dengan pembimbing haji. Ini penting juga, karena beliau lah yang akan menyiasati kamar dan memastikan keluarga yang membawa anak mendapatkan kamar yang private. Saat itu, keluarga Mbak Wuri dianjurkan memesan kamar untuk 2 orang karena dikhawatirkan keberadaan si kecil akan mengganggu jamaah lain. Tanpa bermaksud buruk sangka, mungkin beliau hanya ingin memastikan seluruh jamaah nyaman dan aman karena perjalanan ini sangat membutuhkan stamina fisik dan mental. Ada juga keluarga lain yang berangkat bersama 2 anaknya yang sudah SMP. Nah, keluarga ini memesan kamar untuk 4 orang sekaligus untuk ayah, ibu, dan 2 anak. Sebenarnya, kamar yang manapun bukan persoalan asalkan jamaah lain di kamar itu legowo untuk menerima anggota baru. Insyaallah kelapangan hati bisa memudahkan segala urusan.
Logistik khusus anak
- Botol semprot (bisa dibeli di Ikea atau Action). Fungsional banget terutama untuk menjaga suhu tubuh anak tetap stabil (tidak terlalu panas apalagi pas di keramaian orang). Selalu siaga sedia berisi air (zamzam diutamakan) yang bisa disemprotkan ke wajah, kepala, tangan, dan kaki anak kapanpun dibutuhkan.
- Botol minum. Ini penting untuk anak dan ibu. Selalu sedia air zamzam di botol. Air biasa juga boleh. Tapi biasanya di Saudi sudah banyak air zamzam botolan dan banyak masyarakat bersedekah berkardus-kardus atau berkerat-kerat minuman botol untuk para jamaah. Mereka berbagi secara Cuma-Cuma. Biasanya mereka akan berkata “ Halaall halaaall..” nah, manfaatkan untuk isi ulang botol. Pokoknya jangan sampe haus. Ajaibnya, minum air zamzam sebanyak apapun tidak bikin pengen pipis terus lho bahkan bisa mempertahankan produksi ASI. Allahu akbar.
- Popok sekali pakai. Misalnya sang anak butuh 4 popok sehari, maka dikalikan saja dengan jumlah harinya. saya sendiri belum pernah nyari atau menemukan popok di swalayan (walaupun harusnya ada sih). Tapi untuk jaga-jaga, lebih baik berbekal sebaik-baiknya dari keberangkatan.
- Tisu basah, sabun, sampo, lotion non parfum merk Netral. Bisa dibarengin aja dengan orangtuanya ya supaya lebih hemat.hehhe
- Sebenernya bukan tas khusus juga gak masalah sih, tapi intinya selama di sana, pastikan seluruh logistic kebutuhan anak bisa masuk dalam 1 tas.
- Cemilan anak jika dibutuhkan.
- Handuk mandi dan handuk keringat
- Kain hydrofyluier (intinya sih kain tipis). Gunanya bisa untuk menutup kepala anak saat sedang kepanasan. Caranya dengan membasahi kain menggunakan air zamzam kemudian kepala anak ditutupkan dengan kain tersebut agar tidak kepanasan.
- Baju: 10 set romper dan celana panjang. Bahan menyerap keringat khas musim panas.
- Thermometer badan
- Payung
- Gendongan (baby carrier) disarankan yang seperti ergobaby jangan jarik batik hehe.
- (stroller) banyak dibutuhkan saat wisata ziarah selama di Madinah tapi Mbak Wuri kurang menyarankan saat di Mina-Aziziyah.
- Mainan jika diperlukan (tapi di sana banyak yang jual mainan murah sih heheh)
- Alas ganti popok jika diperlukan
- Kipas tangan
- Selimut tipis
Tips Saat Perjalanan dan di Tanah suci
-
Secara teknis, hal utama yang harus dilakukan saat di tanah suci adalah: beli simcard!! Penting nih buat ayah ibunya. Untuk hal ini, Mbak Wuri menekankan banget. Karena tanpa simcard, kita nggak bisa komunikasi dengan normal apalagi untuk janjian. Wah bahaya deh kalau gara-gara miskom jadi berantem suami istri kan rugi ya heheh. Tulisan tentang beli simcard ada di link ini ya.
- Tukeran kontak dengan ustadz pembimbing. Supaya kalau ada apa2, bisa langsung kontak beliau.
- Perhatikan rute perjalanan yang penting. Misalnya rute umroh, spot meeting point, dan rute Mina-Aziziyah dan sebaliknya. Gunanya apa? Gunanya agar keluarga yang membawa anak bisa lebih mandiri dan tahu jalan pulang (atau berangkat) tanpa harus membuat jamaah lain khawatir dan menunggu lama.
- Selalu bawa popok dan perlengkapan bayi darurat saat ke masjid atau wisata ziarah
- Selalu perhatikan kondisi fisik anak, terutama wajah, ubun-ubun, tangan, dan kaki. Dan segera semprotkan air jika dirasa kepanasan. Angkat ke atas untuk memberikan lebih banyak oksigen dan udara segar bagi anak.
- Untuk balita yang masih minum ASI, asupan cairan dari ASI alhamdulillah lebih bisa mencukupi. Mbak Wuri bercerita bahwa yang terpenting adalah cairan dalam tubuh ibunya. Bayi mudah minum ASI secara langsung dari sang ibu jika ia berada dalam gendongan sambil ditutupi jilbab/ khimar longgar.
- selalu siapkan payung untuk menghindari heatshock pada anak.

Terkait Prosesi Haji dan Raudhah
- Mbak Wuri dan Mas Sigit saat itu juga meniatkan Hara untuk umroh dan haji. Meskipun belum wajib dan tidak menggugurkan kewajiban, tapi itu disarankan karena lebih utama. Mereka sudah berkonsultasi dengan para ustadz, ada yang menjawab tidak perlu, ada yang menjawab perlu diniatkan. Semua kembali ke orangtua masing-masing.
- Saat umroh: perhatikan rute dan meeting point. Biasanya bayi-bayi yang membawa stroller tidak boleh thawaf di lantai dasar (area mathaf), mereka masih diizinkan thawaf di lantai 1 atau 2. Nah karena perbedaan ini, sebaiknya sepakati meeting point dengan pembimbing haji.
- Saat prosesi haji
- Mina : persiapkan bekal dan pakaian anak sebaik-baiknya. Jamaah akan bermalam mulai tanggal 8 Dzulhijjah pagi – 10 Dzulhijjah siang. Kurang lebih 3 hari 2 malam, nah persiapkan baju, popok, tisu basah, dan minum yang cukup. Saat di tenda Mina, biasanya ibu hamil atau yang membawa anak akan diprioritaskan dalam antrian. Pastikan dengan pembimbing haji dari travel, apakah anak-anak mendapat Kasur sendiri atau tidak. Tahun 2017 lalu Hara tidak mendapat jatah Kasur, tapi alhamdulillah jamaah lain dengan senang hati berbagi dengannya.
kondisi tenda Mina di hari pertama - Arafah: bangun mood ibu dan ikuti insting anak. Jika anak mau main, ya ajak main. Jika bosan di dalam tenda, ya keluar tenda. Intinya orangtua masih bisa berdoa tanpa harus mengabaikan kebutuhan psikologis anak. Biasanya sih anak-anak banyak tidurnya karena emang suasananya bikin ngantuk dan tendanya adem alhamdulillah. Hehe. Saat di Arafah, siapkan bekal minum 2x lebih banyak karena saat di Muzdalifah tidak akan mendapatkan minum dari panitia, plus kondisi di sana bikin haus banget (udara terbuka dengan polusi asap kendaraan).
- Muzdalifah: tutupi kepala anak dengan kain basah agar tetap adem (karena kemarin sih panas di muzdalifah). Alasi tempat tidurnya dengan selimut tipis. Nah bekal minum ini bisa untuk wudu, membasahi kain kepala, dan berbagi kepada yang lain.
Ini lho suasana Muzdalifah dan kain penutup kepala yang dipakai Hara - Kembali ke mina : jaga mood anak dan selalu cek kondisi tubuhnya
-
Menuju spot lempar jumroh: ini yang kritis. Jamaah akan berjalan sejauh 7 Km dan seluruh manusia melewati rute yang sama dengan tujuan yang sama. Resiko kelelahan, kepanasan, kurang oksigen mungkin banget terjadi. Maka Mbak Wuri menyarankan agar:
- perhatikan tanda jalan (biasanya ada rambu-rambu jamarat spot 3 Km lagi misalnya)
- ada di barisan belakang rombongan nggak papa, tapi jangan tertinggal terlalu jauh
- Mina : persiapkan bekal dan pakaian anak sebaik-baiknya. Jamaah akan bermalam mulai tanggal 8 Dzulhijjah pagi – 10 Dzulhijjah siang. Kurang lebih 3 hari 2 malam, nah persiapkan baju, popok, tisu basah, dan minum yang cukup. Saat di tenda Mina, biasanya ibu hamil atau yang membawa anak akan diprioritaskan dalam antrian. Pastikan dengan pembimbing haji dari travel, apakah anak-anak mendapat Kasur sendiri atau tidak. Tahun 2017 lalu Hara tidak mendapat jatah Kasur, tapi alhamdulillah jamaah lain dengan senang hati berbagi dengannya.
- selalu cek kondisi anak
- kurang disarankan bawa stroller.karena walaupun kelihatan lebih nggak capek, tapi resiko anak hilang kesadaran tanpa diketahui ortunya lebih besar. (apalagi stroller yang hadap depan, wajah anak nggak kelihatan oleh ortunya).
Suasana spot jamarat (lempar jumroh)
Raudhah
Saat ziarah Raudhoh di Nabawi, jadwal yang direkomendasikan Mbak Wuri adalah setelah zuhur. Selain tidak padat, anak-anak tak perlu berdesakan dengan jamaah lain. para ibu disarankan shalat zuhur berjmaah di lokasi yang masuk dari gate 25, tepat sebelum tirai kayu. Tirai pembatas antara jamaah yang boleh bawa anak dan yang tidak boleh. Nah, setelah selesai shalat jamaah, bisa langsung masuk ke tirai kayu tersebut dan menunggu panggilan dari askar untuk ziarah. Telat 10 menit aja, kesempatannya sudah lewat dan harus menunggu jadwal selanjutnya.
Persiapan lain
Hati yang pasrah, ikhlas, dan menyerahkan urusan jiwa raga kepada Allah. Mbak Wuri berkisah bahwa ia berdoa menyerahkan jiwa raganya kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Alhamdulillah selama haji berlangsung, mereka kuat dan Hara menjadi anak yang sangat kooperatif.
Persiapan lain adalah menjalin silaturahmi yang baik dengan sesama jamaah maupun dengan pembimbing. Sebab merekalah saudara seperjalanan yang akan banyak membantu dan berlapang dada atas kondisi kita.
Sepertinya sekian dulu. Untuk pertanyaan lebih lanjut, Mbak Wuri bersedia dihubungi dengan bertanya kepada saya terlebih dahulu untuk memastikan beliau siap.
Semoga cerita ini bermanfaat. Wallahualam bi shawab.
Wassalam
Assalamualaikum mbak Yosay Aulia. Maaf sebelumnya perkenalkan saya Hanum. WNI yg sedang tinggal di Jerman dan insyaallah akan berhaji thn ini bersama anak saya yg bln Agst berusia 16 bulan. Saya mau minta ijinnya untk bs berkenalan dg mbak Wuri untk bs bertanya lbh lanjut ttg pengalaman hajinya dg balita. Jazakillah khair. Wassalamualaikum
LikeLike
waalaikumsalam mbak nadia.. boleh, kirim email dulu aja mbak ntr aku kasih kontak mbak wuri… barakallahu ya mbak
LikeLike
Alhamdulillah. Kalau boleh tahu alamat emailnya apa ya mbak?
LikeLike
ada di page warm welcome.. ini emailnya yosi.ayu10@gmail.com
LikeLike