Ada satu efek favorit yang paling saya syukuri dari perjalanan suci ini. Haji adalah perjalanan membangun mental dan spiritual yang holistic. Dimulai dari saat terbersit niat saja, persiapan itu sudah dimulai. Mental itu sudah harus dibangun.

Jadi Hamba
Dulu, pas masih kecil saya mikir jadi hamba yaudah weh jadi hamba aja gitu. Ya iya atuh kan emang kita yang diciptakan Allah. Seiring waktu berjalan, saya baru sadar ini adalah pekerjaan paling butuh banyak latihan. Kenapa ya? Karena manusia seringkali banyak tergoda oleh tarikan nafsu duniawi dan bisikan setan. Jadilah kadang sombong, julid, suka boong, marah, atau merasa bisa melakukan semuanya sendiri.
Menuhankan ikhtiar dan amal soleh. Ini istilah yang baru-baru ini nampar sekaligus nohok saya. Iya, apalagi hidup di western area gini kan yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi etos kerja. Eh sebenernya ga salah, malah bener banget punya etos kerja bagus. Yang jadi gak pas adalah ketika kerja atau amal soleh itu bikin kita merasa pantas mendapatkan sesuatu. Kita merasa udah kerja keras, jadi merasa pantas naik gaji. Kita merasa udah rajin puasa jadi merasa pantas masuk surga. Padahal semua kebaikan itu terjadi atas ilham Allah dan segala keputusan Allah itu sudah final. (duh, belibet gak sih saya ngomong nya?)
Intinya, dari perjalanan ini saya belajar bahwa manusia itu gak boleh merasa punya dan bisa, selain apa yang dititipkan Allah. Allah lah yang punya kuasa. Tugas manusia itu bikin Allah ridho. Cukup.
Misalnya kalo dari perjalanan ini ya.. Saya merasa bahwa inti perjalanan ini adalah syukur yang banyak dan istighfar yang tak putus. Syukur karena Allah mengundang kami ke rumahnya. Dan istighfar karena pasti setiap perilaku ibadah kami tak lepas dari cacat. Istighfar karena dosa yang kami lakukan di masa lalu dan masa datang. Semoga Allah mengampuni.
Persahabatan
Beberapa kali saya mendengar cerita jamaah yang bentrok dengan sesama teman satu rombongan haji. Atau berantem denga temen sekamar. Bahkan mama saya pernah cerita, ia gak sengaja mergokin temen hajinya nge gosipin temen lain yang berakibat pada kifarat tertentu selama di sana. Naudzubillahimindzalik. Saya pribadi takut banget sebenernya. Takut gak kuat hati dan takut baper sendiri.
Alhamdulillah dapet ilham buat berdoa dan mengafirmasi diri bahwa semua jamaah adalah manusia yang baik, ikhlas, dan insyaallah mabrur. Sehingga selama persiapan haji saya selalu berdoa semoga temen-temen hajinya kompak semua, gak ada yang jadi musuh bersama, semua bisa saling bantu, serta gak ada pertengakaran apapun.
Alhamdulillah terijabah. Dari perjalanan ini malah dapet sahabat baru, network baru, dan pastinya sodara baru. Yang belum kenal sebelumnya jadi temen baik, yang udah kenal sebelumnya jadi makin akrab. Semua baik dan terasa banget ya persahabatan yang dimulai dari hati yang bersih itu akan lebih nyaman. Alhamdulillah.
Yang Paling Terasa saat di Tanah Suci: Allah Maha Dekat
Sejak awal perjalanan ini saya merasa galau dengan pertanyaan: apakah Allah mengampuni dosa saya yang seabrek itu? Hingga akhirnya saat Hari Arafah tiba, jawaban itu datang. Katanya kalau mau mendengar firman Allah kan baca Alquran ya, sebaliknya kalau mau mengadu kepada Allah lewat doa dan salat. Nah, pas hari itu, ketika membaca Alquran sebelum salat zuhur, saya sampai pada
QS Ali Imraan: 16
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”
Langsung deh, air mata saya meleleh tanpa komando. Betapa dekat dan nyata pertolongan Allah. Semoga Allah benar-benar mengampuni saya. Apalagi kan yang lebih dibutuhkan selain ampunan-Nya
Pelajaran Berharga Lainnya: Letakkan Dunia di Tangan, Jangan di Hati
Kalau ada yang pernah cerita kehilangan selama di tanah suci, saya selalu merinding. Takut aja, nggak kebayang gimana rasanya kehilangan sesuatu saat beribadah. O oo.. ternyata, HP suami saya hilang dong selama di sana. 2 kali! Iya, dua kali.
HP yang pertama hilang pas berangkat dari Muzdalifah ke Mina. Sebenernya HP nya jatuh di bus, tapi suami udah gak bisa ambil lagi. Pas tahu itu, saya cuma mikir oh yaudahlah berarti emang rejeki dia punya HP baru. Dan Alhamdulillah saya pas bawa HP cadangan (ini pasti petunjuk Allah juga sih supaya saya bawa cadangan). Awalnya saya mikir HP cadangan ini buat saya kalau missal di Saudi tidak melayani nano simcard. Tapi karena ternyata ada nano simcard, jadi HP ini saya simpan d koper. Qadarullah, ternyata berguna buat suami.
Oke case closed ya.
Nah, yang kedua, hilang pas lagi lempar jumroh. Saat itu ada kerusuhan gitu, banyak yang berantem karena masalah escalator. Pas lagi berantem itu, kami lewat kerumunan yang riuh itu. Setelah usai lewat dari sana, tiba-tiba suami menyadari HP nya hilang. Pas itu saya merasa, okeee… mungkin ini teguran supaya gak kebanyakan alibi buat pegang HP. Walaupun terasa nyesek, tapi kami berusaha tenang. Hehehhe.. malu juga sama sesama jamaah kan. Untungnya kami ga jadi musuh bersama (iya mudah2an engga hehe).
Tapi, setelah kami mengikhlaskan semuanya (plus ikhtiar sebisanya), kedua HP itu ketemu!
HP yang pertama ketemu setelah 5 hari hilang. Tiba2 ada yang nelpon nomor saya dan bilang dia nemuin HP itu lalu janjian buat ketemuan. Alhamdulillah kami ditolong Ustadz Saddam pembimbing kami untuk janjian dan komunikasi bahasa arab.
HP yang kedua ketemu saat itu juga. Jadi setelah suami sadar HP nya ilang, dia minta saya untuk kirim SMS, kemudian orang yang nemuin nelpon saya. Dan, atas bantuan ustadz juga (kali ini namanya Ustadz Fathan; jadi kedua ustadz tahu bahwa HP kami ilang 2x :D) , mereka janjian untuk menyerahkan HP itu.
Pelajaran hidup: HP mah duniawi, apakah jadi baik atau buruk itu tergantung bagaimana kita menggunakannya.
Sejak saat itu, saya jadi makin sering jarang pegang HP. Apalagi kalao ada grup grup yang bahasnya itu-itu aja kurang berfaedah. Seringnya saya langsung clear chat. Hahaha. Bukan jahat, tapi mau efisien aja.
Sepertinya itu sih yang paling berkesan selama perjalanan kemarin. Semoga Allah menjadikan kami haji mabrur. Amin.
Regards,