Terhitung sejak sepuluh tahun yang lalu, foto newly wed dan bayi-bayi yang baru lahir mulai bertebaran di media sosial. Itu berita baik, bukan. Artinya bonus demografi dalam hal pertumbuhan penduduk menunjukkan respon yang positif. Ada aura kegembiraan memancar dari setiap foto para pengantin muda. Begitupun di foto para orangtua muda yang menyertai keturunan mereka nan masih suci itu.
Tapi! Hidup akan selalu ada sisi gelap terang, baik buruk, warna warni, yin yang, serta suka duka pahit manis. Itu semua tak lain sebenarnya adalah ujian apakah kita akan menjadi taqwa atau fujur. 🙂 🙂
Begitupun dalam kehidupan mahmud jaman now, alias mamah muda zaman sekarang. Di balik kebahagiaan memiliki buah hati harapan masa depan, ada sebuah tantangan baru di peran anyar tersebut. Dan dalam menghadapi tantangan itu, ada beberapa aspirasi secara umum saya dengar dari selintasan media sosial dan curhatan para mahmud:
Pertama: Ingin dipercaya dan diapresiasi.
Iya, menjadi ibu itu sebuah peran yang meskipun kita sudah belajar teori atau praktek nyobain ngasuh keponakan (misalnya), tetaplah menantang. Soalnya balasannya surga. Nggak gampang kan tentu saja. Dan untuk bisa menghadapi tantangan super dahsyat itu, seorang ibu baru butuh (bahkan sangat butuh) dukungan dan kepercayaan, terutama dari lingkar terdekatnya. Sebut saja suami (yang juga merupakan ayah muda), orangtuanya, dan saudara kandungnya.
Ketika Mas Fatih baru berusia delapan bulan dan membawanya ke posyandu untuk vaksinasi, petugasnya berkata dengan sangat ramah.
“Bagaimana kabarmu? Bagaimana perkembangannya? Meskipun masih muda, kamu tetaplah orangtuanya. Kami tetap harus percaya padamu tentang pengasuhan anak ini..”
Waktu mendengar itu, rasanya hatiku seperti kejatuhan salju. Nyes adem banget. Padahal petugas (bidan sih maksudnya) ini usianya sudah senior lho, yaa seangkatan sama neneknya Fatih lah. Mulai saat itulah, rasa percaya diri sebagai mahmud jaman now langsung meningkat secara eksponensial.
Maka, demi menyampaikan aspirasi para mahmud jaman now, saya mau menyampaikan agar: dukunglah para ibu (terutama yang baru melahirkan atau baru saja punya anak pertama). Meskipun muda, ia tetaplah ibu anak itu. Satu-satunya manusia yang memiliki ikatan batin minimal sejak 9 bulan sebelum penduduk bumi lain mencintai si bayi. Meskipun muda, meskipun baru, ia tetap memiliki fitrah sebagai ibu yang melindungi dan ingin yang terbaik bagi anak yang dikandungnya.
Halo para suami dan orang terdekat ibu, yuk percayakan setiap keputusan teknis dan domestik terutama mengenai anaknya kepada sang ibu.
Mulai dari urusan mau makan metode BLW atau spoon feed, mau tidur jam berapa, mau dikasih nama apa, mau dipakein baju apa, mau dimandiin berapa kali, mau dikasih obat apa, mau dikasih mainan apa.
Please, hindari memberi saran yang tidak ditanyakan oleh sang ibu. (ini opini pribadi aja sih, kalau kebanyakan dikasih saran kok rasanya saya malah merasa tidak dipercaya ya, apalagi kalo yang ngasih saran maksa).
Yakinlah, kepercayaan dan apresiasi atas semua jerih payah dan keputusan sang ibu akan berdampak besar pada kesehatan mental, yang juga akan mempengaruhi EQ si bayi lho..
Kedua. Ingin didengarkan tanpa dihakimi
Why para mahmud suka curhat? Sebab, layaknya sifat dasar Annisa alias si mahluk venus ini, mereka memang suka mencurahkan uneg-unegnya kepada orang yang dipercaya. Dan disitulah letak ketenangannya. Mereka hanya ingin mengeluarkan emosi negatif yang nggak baik untuk kesehatan jiwa raga dan mental.
Nah, kadangkala para mahmud yang sering dianggap newbie dalam motherhood ini, dikira nggak mampu memanajemen emosi dan mengatasi persoalannya. Padahal seringnya mereka hanya mau curhat aja, nggak minta solusi. Mereka hanya mau mencurahkan perasaannya, menumpahkan apa yang tidak nyaman. Setelah itu, barulah akan muncul ide atau solusi.
Menurut saya nih, istilah me time itu menggambarkan kebutuhan wanita untuk rehat sejenak, melihat ke dalam dirinya, dan mengeluarkan perasaan tak nyaman dalam dirinya tanpa ada yang menghakimi. Maka, seringkali wanita melakukan me time dengan sahabat dekatnya, luluran, baca buku, atau menyendiri.
Di poin ini, saya ingin menyampaikan kepada para handai taulan di lingkat terdekat para mahmud. Untuk mau mendukungnya, mau menggantikan sebentar saja dan membantu urusan teknis dalam mengasuh anak.
Misalnya, mengganti popok, memandikan bayi, bermain bersama, makan bersama, dan menidurkan anak. Ini terutama untuk para ayah muda sih. Karena selain bermanfaat untuk bonding ayah-anak, ini memberi kesempatan para ibu untuk rehat sejenak dan menyegarkan kembali staminanya.
Dan, tak perlulah menghakimi bahwa ia ibu yang malas atau lemah. Ibu juga manusia, bisa lelah, bisa sakit. Lagipula, anak itu tanggung jawab ayah ibu, bukan hanya ibu.
Saran untuk para mahmud jaman now:
Be strong, mama. Carilah lingkungan yang bisa mendukungmu, dan percayalah pada naluri keibuanmu. Plus, kalau mau curhat, bisa ke sahabat yang amanah, dan pasti ke Allah Yang Maha Kuasa karena Dia memberikan masalah pasti dengan solusinya. Inilah jihad kita 🙂
Regards dari sesama mahmud jaman now,